15 Perang dan Pertempuran Setelah Kemerdekaan Indonesia Beserta Penjelasan

Pasca pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, tidak berarti kondisi Indonesia langsung aman terkendali. Rakyat tidak bisa hanya berpangku saja menikmati kemerdekaan. Karena setelah Jepang menyerah, Belanda dan Sekutu datang dan ingin kembali menguasai Indonesia. Hal itu tentu menimbulkan pergolakan dari masyarakat sehingga banyak sekali terjadi pertempuran kala itu untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berikut adalah daftar pertempuran dan perang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Daftar ini diurutkan berdasarkan tanggal mulainya pertempuran.

Perang setelah kemerdekaan Indonesia

1. Pertempuran Bojong Kokosan

Pertempuran Bojong Kokosan adalah pertempuran antara TKR (Tentara Keamanan Rakyat. Sekarang TNI) bersama rakyat Sukabumi melawan tentara Inggris dan NICA di Desa Bojong Kokosan, Kecamatan Parung Kuda, Kabupaten Sukabumi Jawa Tengah. Pertempuran Bojong Kokosan terjadi pada tanggal 9 Desember 1945. Pertempuran ini menjadi cikal bakal Peristiwa Bandung Lautan Api.

Awal mula pertempuran Bojong Kokosan adalah ketika pasukan Sekutu yang terdiri dari tentara Inggris, Gurkha, dan NICA sebanyak satu batalion masuk ke Sukabumi. Tujuan mereka yaitu mengambil tawanan Jepang di daerah Sukabumi dan sekitarnya, memberikan bantuan ke Bandung, dan menjaga kelancaran jalan Bogor-Sukabumi-Cianjur. Pemuda mencurigai kedatangan Sekutu sebenarnya adalah untuk menguasai Sukabumi karena Sukabumii adalah daerah perkebunan yang menguntungkan dan dapat dijadikan benteng alami, sehingga dilakukan serangan terhadap konvoi Sekutu yang menuju Bandung. Akibatnya, tentara Sekutu kembali datang ke Sukabumi dengan konvoi besar yakni kurang lebih 100 truk. Sedangkan TKR dan laskar rakyat yang berjumlah sekitar 10.000 orang telah berkumpul di daerah Gekbrong. Pada pukul satu siang terjadi pertempuran antara pejuang Sukabumi melawan tentara Sekutu. Pertempuran berlangsung sampai pukul 17.00 TKR dan laskar rakyat mundur dan membiarkan Sekutu melanjutkan perjalanan ke arah Bogor.

Namun pertempuran merembet ke daerah lain. Pada tanggal 2 Desember 1945 mulai terjadi pertempuran di daerah Bojong Kokosan. Pada tanggal 9 Desember 1945, para pejuang Sukabumi melakukan penghadangan terhadap konvoi tentara Sekutu sehingga terjadi pertempuran besar yang dikenal sebagai Peristiwa Bojong Kokosan. Pihak TKR berjumlah 165 orang tidak termasuk laskar rakyat yang dipersenjatai senjata rampasan dari tentara Jepang. Laskar rakyat terdiri dari Barisan Banteng, Hizbullah, dan Pesindo. Sedangkan konvoi tentara Sekutu terdiri dari tank, panser wagon, 100 truk yang berisi pasukan Gurkha, dan 3 pesawat terbang pemburu. Pertempuran terjadi di sepanjang jalur Bojong Kokosan sampai perbatasan Cianjur. Pertempuran ini menimbulkan banyak korban baik di pihak laskar rakyat sebanyak 73 orang maupun Sekutu yang diperkirakan sebanyak 50 orang.

Pertempuran diakhiri dengan gencatan senjata saat tentara Sekutu tiba di Sukabumi dan mengajak pemimpin TKR dan pemerintah setempat berunding. Namun Sekutu tidak mentaati gencatan senjata dengan dilakukannya pengeboman dari udara oleh Sekutu pada tanggal 10 Desember 1945 sebagai balas dendam.

2. Pertempuran Lima Hari Semarang

Pertempuran Lima Hari Semarang adalah serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia melawan tentara Jepang yang terjadi dari tanggal 15 Oktober 1945 selama lima hari dan berakhir pada 20 Oktober 1945. Pertempuran ini dipicu oleh desas desus pemberian racun oleh Jepang pada sumber air satu-satunya di Semarang di Candilama. Kemudian Dr. Kariadi ke sumber air itu untuk mengecek kondisinya namun dihadang dan ditembak mati oleh tentara Jepang pada tanggal 14 Oktober 1945 pukul 23.00. Terbunuhnya Dr. Kariadi menimbulkan kemarahan pemuda Semarang.

Pada tanggal 15 Oktober 1945, Jepang melakukan penyerangan ke pusat kota Semarang. Mendengar kabar penyerangan tersebut ditambah berita terbunuhnya Dr. Kariadi membuat seluruh warga Semarang marah dan ikut peperangan. Pada tanggal 17 Oktober 1945 tentara Jepang mengumumkan gencatan senjata namun diam-diam menyerang daerah pedesaan. Pada tanggal 19 Oktober 1945 pertempuran kembali terjadi. Total korban dari pihak warga Semarang sebanyak 2.000 jiwa sedangkan dari pihak Jepang sebanyak 850 jiwa. Nama Dr. Kariadi diabadikan di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi, Semarang.

3. Peristiwa 10 November Surabaya

Peristiwa 10 November adalah peristiwa pertempuran yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Latar belakang peristiwa ini adalah serangkaian pemberontakan kecil pasca gencatan senjata yang berujung pada pelemparan granat pada mobil yang ditumpangi Brigjen Mallaby di depan Gedung Internatio. Setelah Brigjen Mallaby diganti oleh Mayjen E.C. Manserg, Inggris mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan NICA.

Para pejuang Surabaya tentu tidak mau menurut begitu saja dengan ultimatum tersebut. Sehingga pasukan Inggris melancarkan serangan besar-besaran dari udara, laut, dan darat menuju Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran ini merupakan yang terbesar pasca kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini juga menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme sehingga tanggal 10 November dikenang sebagai Hari Pahlawan.

4. Pertempuran Medan Area

Pertempuran Medan Area adalah peristiwa perlawanan para pejuang Sumatera Utara terhadap Sekutu dan NICA yang ingin kembali menjajah Indonesia. Pertempuran Medan Area berlangsung dari 10 Desember 1945 sampai 10 Agustus 1946. Pertempuran ini berawal saat tentara Sekutu dibawah Brigjen Ted Kelly yang diboncengi NICA mendarat di Sumatera Utara pada.

Setelah itu terjadi beberapa insiden salah satunya perusakan hotel oleh para pemuda pada tanggal 13 Oktober 1945 yang disebabkan seorang Belanda penghuni hotel merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih. Serangkaian peristiwa terjadi hingga Inggris (Sekutu) memberi ultimatum agar bangsa Indonesia menyerahkan senjatanya kepada pasukan Sekutu pada tanggal 18 Oktober 1945.

Pada 1 Desember 1945, pihak Sekutu menuliskan papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di pinggiran kota Medan. Sejak saat itulah istilah Medan Area mulai populer. Setelah dibuatkan batas-batas, Sekutu mulai melakukan pembersihan terhadap seluruh simbol-simbol Indonesia di kota Medan. Para pemuda tentu tidak terima dan membalasnya dengan aksi pengepungan dan bahkan tembak menembak. Hal tersebut berujung pada 10 Desember 1945 ketika pasukan Sekutu berusaha menghancurkan markas pasukan TKR di Trepes.

Pada bulan April 1946, Brigjen Ted Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata dengan ancaman ditembak mati. Tentara Inggris juga sudah mendesak pemerintah Republik Indonesia untuk keluar dari kota Medan sehingga Gubernur, Markas Besar TKR, dan walikota pindah ke Pematang Siantar. Setelah Medan berhasil dikuasai Inggris, diadakan pertemuan antar komandan perang pada tanggal 10 Agustus 1945 di Tebingtinggi. Hasil pertemuan adalah dibentuknya suatu komando bernama Resimen Laskar Rakyat Medan Area yang dibagi atas empat sektor  yang masing-masing berkekuatan 1 bataliyon dan setiap sektor dibagi atas empat sub sektor. Pertempuran kembali berlanjut pada 15 Februari 1947 untuk merebut kembali kota Medan.

5. Palagan Ambarawa

Palagan Ambarawa adalah peristiwa pertempuran antara pasukan TKR bersama pemuda Indonesia melawan pasukan Inggris di Ambarawa yang terletak di sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Oktober 1945 sampai 15 Desember 1945.

Pertempuran ini diawali dengan kedatangan tentara Sekutu di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 yang tujuannya untuk mengurus tawanan perang dan tidak akan mengganggu kedaulatan RI. Namun ternyata pasukan Sekutu ini diboncengi NICA yang mempersenjatai tawanan perang tersebut yang menimbulkan pertempuran. Pada tanggal 26 Oktober terjadi insiden di Magelang yang berkembang menjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan pasukan Sekutu dan NICA yang berakhir ketika Presiden Soekarno dan Brigjen Bethel mendatangi Magelang pada tanggal 2 November 1945 dan membuat perjanjian gencatan senjata.

Pihak Sekutu mengingkari perjanjian sehingga terjadi pertempuran antara pasukan TKR dan tentara Sekutu di Ambarawa pada tanggal 20 November 1945. Berbagai pertempuran membuat tentara Sekutu terkepung pada pertengahan Desember 1945 dan mundur dari Ambarawa ke Semarang.

6. Pertempuran Lengkong

Pertempuran Lengkong adalah pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pasukan Jepang di Desa Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan, Banten pada tanggal 25 Januari 1946. Pertempuran ini diawali dengan pertemuan antara para taruna yang diwakili oleh Mayor Daan Mogot dan pasukan Jepang di bawah pimpinan Mayor Abe. Suara tembakan yang tidak diketahui sumbernya membuat situasi panas. Terjadi perang tak seimbang yang tidak diduga sebelumnya. Bahkan tujuan utama Mayor Daan Mogot bukanlah untuk berperang melawan Jepang. 36 perwira muda gugur kala itu. Untuk mengenang tragedi tersebut, dibangun sebuah monumen di Lengkong Wetan, Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Nama Daan Mogot juga diabadikan menjadi nama jalan di Jakarta.

7. Pertempuran Selat Bali

Pertempuran Selat Bali adalah pertempuran yang terjadi antara para pejuang Indonesia pimpinan Kapten Markadi dengan Belanda di Selat Bali yang terjadi pada tanggal 5 April 1946. Pertempuran ini merupakan pertempuran laut pertama pasca kemerdekaan yang sekaligus dimenangi angkatan perang Indonesia pasca kemerdekaan.

Pertempuran ini dilatarbelakangi dengan tentara Belanda dan Sekutu yang berhasil menguasai Bali. Resimen Sunda Kecil diminta untuk menyiapkan serangan ke Bali. Pasukan yang dipimpin oleh Kapten Markadi pun dikirim. Pasukan yang dipimpin Kapten Markadi diberi nama Pasukan M. Selain itu, TRI (Tentara Republik Indonesia) juga mengirim pasukan yang dipimpin Kapten Albert Waroka.

Pasukan M menyeberangi Selat Bali dari Banyuwangi menuju pantai di sekitar Jembrana, Bali pada tanggal 4 April 1946 pukul 20.00 WIB. Menjelang dini hari, kapal berhasil mendekati Pantai Penginuman. Namun kapal terombang-ambing kesulitan bergerak maju. Dari kejauhan terlihat dua kapal Angkatan Laut Belanda yang sedang berpatroli. Kapal tersebut mendekat. Kapal Pasukan M hendak berusaha menghindar namun gerak kapal Belanda lebih cepat.

Pada akhirnya Kapten Markadi memerintahkan Pasukan M untuk melepas seragam dan menyembunyikan senjata serta berpura-pura menjadi nelayan sembari siap siaga. Terdapat dua orang Belanda yang memerintahkan kapal Pasukan M berhenti dan melempar tali. Kapten Markadi melempar tali sambil memberi perintah menembak. Belanda membalas serangan dengan mitraliur berat namun hanya mengenai tiang layar karena posisi kedua kapal terlalu dekat dan kapal Belanda lebih tinggi. Pasukan M serempak melemparkan granat ke arah kapal Belanda yang diperkirakan berhasil menewaskan empat awaknya. Kapal belanda pun terbakar dan lebih memilih mundur ke arah Gilimanuk. Pertempuran ini berlangsung sekitar 15 menit. Untuk memperingati peristiwa ini, dibangun monumen Lintas Laut di Gilimanuk dan Banyuwangi.

8. Pertempuran Margarana

Pertempuran Margarana atau biasa disebut Puputan Margarana adalah pertempuran antara pasukan Belanda dan pasukan Ciung Wanara pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Pertempuran ini terjadi di Banjar Kelaci, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali pada tanggal 20 November 1946.

Latar belakang terjadinya Puputan Margarana adalah Perundingan Linggarjati pada tanggal 10 November 1946 yang mana Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah meliputi pulau Sumatera, Jawa, dan Madura. Kemudian pada tanggal 2-3 Maret 1949 Belanda mendaratkan sekitar 2.000 pasukan di Bali. Tujuannya adalah untuk mendirikan Negara Indonesia Timur.

Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai saat itu sedang pergi ke Yogyakarta untuk mengadakan konsultasi dengan TRI. Belanda sempat mengajak Ngurah Rai untuk membentuk Negara Indonesia Timur, tetapi beliau menolak dengan tegas. Bahkan dibalas dengan perlawana bersenjata pada tanggal 18 November 1946. Kala itu I Gusti Ngurah Rai bersama pasukan Ciung Wanara berhasil menyerbu tangsi NICA di Tabanan.

Kekalahan NICA membuat Belanda membalasnya dengan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melawan pasukan pimpinan I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 20 November 1946, pasukan Ciung Wanara melakukan longmarch ke Gunung Agung. Namun saat di Desa Marga pada malam harinya, mereka dicegat oleh serdadu Belanda. Pertempuran pun terjadi. Pasukan Ciung Wanara fokus menggunakan strategi bertahan dan menunggu komando I Gusti Ngurah Rai. Pada akhirnya Belanda menggunakan bom dari pesawat udara. Semua pasukan Ciung Wanara yang berjumlah 96 orang termasuk I Gusti Ngurah Rai gugur dalam peristiwa tersebut. Sedangkan di pihak Belanda kurang lebih 400 pasukannya tewas.

Untuk mengenang Puputan Margarana, di bekas area pertempuran dibuatkanlah Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Nama I Gusti Ngurah Rai diabadikan menjadi nama salah satu jalan utama di Bali dan nama bandar udara utama di Bali.

9. Pertempuran Lima Hari Lima Malam Palembang

Perang Lima Hari Lima Malam Palembang adalah pertempuran yang terjadi di Palembang dari tanggal 1 hingga tanggal 5 Januari 1947 antara Belanda dan Indonesia. Pertempuran ini merupakan perang tiga matra (darat, laut, udara) yang pertama kali dialami bangsa Indonesia setelah merdeka. Latar belakang pertempuran ini adalah upaya Belanda untuk menguasai Palembang karena berbagai alasan seperti ingin sebagai bukti kepada dunia Internasional bahwa Belanda telah menguasai pulau Sumatera, ingin menguasai tempat penyulingan minyak dan hasil bumi, serta pasukan TRI yang terkonsentrasi di kota ini.

Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada tanggal 12 Oktober 1945 yang memboncengi tentara NICA. Insiden terjadi ketika Sekutu menggeledah rumah penduduk untuk mencari senjata. Pada Oktober 1946 Sekutu meninggalkan Palembang dan menyerahkan daerah yang berhasil diduduki kepada Belanda. Sejak saat itu, insiden bersenjata kerap terjadi.

Belanda menuntut agar kota Palembang dikosongkan. Tentu saja para pemuda disana menolak tuntutan tersebut. Maka meletuslah pertempuran pada tanggal 1 Januari 1947. Belanda mengerahkan pesawat terbang, altileri, dan kapal perang di sungai. Meskipun persenjataan pejuang di Palembang terbilang sederhana, mereka berhasil menahan Belanda. Pertempuran berlangsung selama lima hari lima malam yang diakhiri dengan gencatan senjata antara Belanda dan pemerintah Republik Indonesia di Palembang pada tanggal 6 Januari 1947.

10. Pertempuran Laut Cirebon

Pertempuran Laut Cirebon adalah pertempuran antara KRI Gadjah Mada dan kapal perang Belanda pada tanggal 7 Januari 1947 di perairan Cirebon. Pertempuran ini terjadi akibat adanya gangguan dari Belanda saat pasukan TKR melakukan latihan di laut Cirebon pada tanggal 1 sampai 5 Januari 1947. Gangguan tersebut berupa pengintaian dari jauh. Ketika iringan-iringan KRI Gadjah Mada berlayar ke Utara pada tanggal 5 Januari pukul 06.00, mereka bertemu dengan kapal Belanda. Belanda memberi isyarat untuk berhenti, namun tidak diindahkan oleh KRI Gadjah Mada. Bahkan Letnan I Samadikum selaku pimpinan latihan memerintahkan untuk mendekati kapal Belanda sehingga terjadi pertempuran. Pertempuran yang tidak seimbang tersebut menyebabkan KRI Gadjah Mada tenggelam. Nama Kapten Samadikun diabadikan dengan dijadikan nama jalan di pesisir Kota Cirebon. Bangkai kapal KRI Gadjah Mada tidak pernah ditemukan hingga kini.

11. Pertempuran Laut Sibolga

Pertempuran Laut Sibolga adalah pertempuran yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda di Sibolga pada tanggal 12 Mei 1947. Latar belakang pertempuran Laut Sibolga adalah Belanda melanggar perjanjian Linggarjati. Di perjanjian tersebut dikatakan bahwa Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia yang terdiri dari pulau Sumatera, Jawa, dan Madura.

Belanda melanggarnya dengan melakukan tindakan provokatif. Residen Tapanuli, Dr. Ferdinan Lumban Tobing memprotes pelanggaran perjanjian tersebut. Kapal Banckert dari pihak Belanda menuruti protes tersebut untuk meninggalkan Teluk Sibolga pada tanggal 10 Mei 1947. Namun kembali lagi dengan dalih diperintahkan NICA. Angkatan Laut RI pun bersiaga di pesisir Teluk Sibolga. Upaya negosiasi dilakukan, namun gagal. Kapal Banckert mengeluarkan motor boat bersenjata dan kemudian saling kejar antara Belanda dan AL RI selama setengah jam. Kopral Galung Silitongan gugur dalam peristiwa tersebut.

Pada tanggal 11 Mei 1947, Kapal Banckert memasuki Teluk Sibolga. Pertempuran pun terjadi pada tanggal 12 Mei 1947. Dua prajurit Angkatan Laut Republik Indonesia gugur dan lima prajurit Belanda terluka dalam peristiwa tersebut.

12. Agresi Militer I

Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer yang dilakukan oleh tentara militer Belanda terhadap wilayah Republik Indonesia terutama pulau Jawa dan Sumatera pada tanggal 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Agresi Militer I merupakan pelanggaran berat oleh Belanda atas perjanjian Linggarjati. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah perkebunan dan yang kaya akan sumber daya tambang. Belanda menamainya aksi Polisonil agar tidak ditentang dunia internasional.

Agresi Militer I dilatarbelakangi dengan penafsiran isi perjanjian Linggarjati berdasarkan pidato Ratu Wihelmina pada tanggal 7 Desember 1942. Inti dari pidato tersebut adalah Ratu ingin agar Indonesia menjadi anggota Commonwealth dan membentuk negara federasi dengan Belanda sebagai pengatur hubungan luar negeri Indonesia.

Pada tanggal 15 Juli 1947, Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia van Mook mengultimatum bangsa Indonesia agar menarik pasukannya mundur dari garis batas demarkasi sejauh 10 km. Tentu saja ultimatum tersebut ditentang pemimpin bangsa kala itu.

Karena ultimatum tidak digubris, maka tanggal 20 Juli 1947 van Mook melakukan konferensi pers bahwa aksi Polisonil akan dimulai. Keesokan harinya, dimulailah serangan oleh tentara Belanda pada daerah target di pulau Sumatera dan pulau Jawa. Pihak Indonesia mengadukan agresi militer ini ke PBB karena dianggap melanggar perjanjian internasional yakni perjanjian Linggarjati. Kemudian dunia internasional menentang agresi ini, termasuk Inggris.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi No. 27 tanggal 1 Agustus 1947 yang berisi seruan agar konflik bersenjata dihentikan. Pada tanggal 15 Agustus 1947 Belanda menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1947 pihak Indonesia dan Belanda melakukan gencatan senjata. Pada tanggal 25 Agustus 1947, Dewan Keamanan membentuk komite penengah konflik antara Indonesia dan Belanda yang lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN) karena beranggotakan tiga negara yaitu Australia, Belgia, dan Amerika Serikat.

13. Agresi Militer II

Agresi militer II adalah operasi militer yang dilakukan Belanda terhadap ibukota Republik Indonesia yang saat itu berada di Yogyakarta. Agresi militer II terjadi pada tanggal 19-20 Desember 1948. Latar belakang agresi militer 2 adalah Belanda tidak puas dengan perjanjian Renville dan ingin menguasai Republik Indonesia seutuhnya. Sebelum itu, pemerintah Indonesia sudah memprediksi akan ada agresi militer berikutnya. Maka dari itu, pemerintah melakukan persiapan militer seperti mendirikan Markas Besar Komando Djawa dan Markas Besar Komando Sumatra. Militer juga menjadi koordinator perlawanan rakyat di desa-desa.

Serangan dimulai pada 19 Desember 1948 ketika Belanda melancarkan serangan di segala sisi wilayah Republik Indonesia. Berawal dari merebut pangkalan udara Maguwo (sekarang Adi Sucipto), Belanda dengan cepat menguasai kota Yogyakarta dan menangkap pemimpin Republik Indonesia yakni Soekarno dan Mohammad Hatta dan diasingkan keluar pulau Jawa. Sebelum itu, Soekarno telah memberikan surat kuasa kepada Safrudin Prawiranegara untuk mendirikan pemerintahan darurat di Bukit Tinggi. Di sisi lain, Belanda telah menyatakan bahwa mereka tidak lagi terikat dengan perjanjian Renville.

14. Serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan umum 1 Maret 1949 adalah serangan besar-besaran terhadap kota Yogyakarta yang dikuasai Belanda oleh militer Indonesia. Serangan ini merupakan respon atas agresi militer II Belanda yang berhasil menguasai Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota Republik Indonesia. Dunia internasional tidak mengetahui hal ini karena Belanda telah melakukan propaganda kepada dunia luar bahwa pemerintah Indonesia dan militernya sudah tidak ada lagi.

Serangan dimulai pada pukul 06.00 WIB dari segala penjuru dengan pimpinan yang berbeda. Sektor timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dipimpin Mayor Sardjono, sektor barat dipimpin Letkol Soeharto, sektor utara dipimpin Mayor Sardjono, dan sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam, kemudian mundur pukul 12.00 WIB sesuai rencana. Berhasilnya Serangan Umum 1 Maret telah menunjukkan kepada dunia bahwa militer Indonesia masih ada. Hal tersebut memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB.

15. Serangan Umum Surakarta

Serangan umum Surakarta adalah serangan gerilya yang dilakukan oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa pada tanggal 7-10 Agustus 1949. Para pelajar dan mahasiswa tersebut dikenal sebagai tentara pelajar. Serangan umum ini berhasil menguasai kembali sebagian besar kota Solo dan memperkuat posisi Indonesia sehingga tercapainya pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.

No comments:

Post a Comment